Jumat, 26 September 2014

Persepsi Dalam Pembelajaran

Persepsi (dari bahasa Latin perceptio, percipio) adalah tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna memeberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan.

Faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain, harapan pengalaman masa lalu, dan keadaan psikologis yang mana menciptakan kumpulan perseptual. 
 Selain hal tersebut masih ada beberapa hal yang mempengaruhi persepsi, yaitu: 
1.Yang paling berpengaruh terhadap persepsi adalah perhatian, karena perhatian adalah proses mental ketika stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol dalam kesadaran, pada saat stimulus lainya melemah. Dalam stimulus mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain intensitas dan pengulangan. Diri orang yang membentuk persepsi itu sendiri. Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karateristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap kepentingan, minat, kebutuhan, pengalaman, harapan dan kepribadian. 
 2.Stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa tertentu. Stimulus yang dimaksud mungkin berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. 
 3.Faktor situasi dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik tempat, waktu, suasana dan lain-lain..

# Persepsi terdiri dari :
1. Pengindraan
2.Atensi
3.Intepretasi

 Pembelajaran dan Pengetahuan


Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Kita dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran telah terjadi ketika seorang individu berperilaku, bereaksi, dan merespons sebagai hasil dari pengalaman sengan satu cara yang berbeda dari caranya berperilaku sebelumnya.

Pemahaman Individu dan Proses Beradaptasi terhadap Lingkungan.
Behaviorisme memandang bahwa pola-pola perilaku dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan penguatan dengan mengondisikan atau menciptakan stimulus tertentu dalamlingkungan. Lingkungan dapat dibagai kedalam dua jenis yaitu :
1)        lingkungan objektif (segala sesuatu yang ada disekitar individu dan secara potensial dapat melahirkan stimulus).
2)        lingkungan Effektif (sesuatu yang actual menstimulus individu sehingga     menimbulkan kesadaran tertentu pada dirinya untuk merespon).

Holistik atau Humanisme memandanng bahwa aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa stimulus yang datang dari lingkungan. Humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu dalam konteks apa (what), bagaimana (how) dan mengapa (why).
1)      What
Apa menunjukkan tujuan yang hendak dicapai dengan perilaku tersebut.
2)      How
Bagaimana menunjukkan jenis dan bentuk cara mencapai tujuan, yakni perilaku itu sendiri.
3)      why
Mengapa menunjukkan motivasi yang menggerakkan terjadinya dan berlangsungnya perilaku, baik bersumber dari diri individu (intrinsik) maupun yang bersumber dari luar individu (ekstrinsik).
6. Pembentukan perilaku
adalah secara sistematis menegaskan setiap urutan langkah yang menggerakkan seorang individu lebih dekat kepada response yang diharapkan.

Empat cara pembentukan perilaku adalah melalui penegasan positif, penegasan negatif, hukuman dan peniadaan.
1)      Penegasan positif
merupakan respons dengan sesuatu yang menyenangkan, misalnya atasan yang memuji bawahan yang telah mengerjakan pekerjaan dengan baik tepat pada waktunya.
2)      Penegasan negatif
adalah menindaklanjuti respos dengan penghentian atau penarikan sesuatu yang tidak menyenangkan
3)      Hukuman
menyebabkan sebuah kondisi tidak menyenangkan dalam upaya menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan.
4)      Peniadaan
adalah menghapuskan semua penegasan yang mempertahankan sebuah perilaku.

*CARA MENGENAI KONFLIK YANG TERJADI DI KARENAKAN PERSEPSI DAN ANALISISNYA:
konflik tawuran pelajar dalam persepsi pembelajaran :
Tawuran antar pelajar merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh masyarakat di Indonesia. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa tawuran merupakan salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia remaja. Tawuran antar pelajar sering terjadi di kota-kota besar yang seharusnya memiliki masyarakat dengan peradaban yang lebih maju.


Para pelajar remaja yang sering melakukan aksi tawuran tersebut lebih senang melakukan perkelahian di luar sekolah daripada masuk kelas pada kegiatan belajar mengajar. Tawuran tersebut telah menjadi kegiatan yang turun temurun pada sekolah tersebut. Sehingga tidak heran apabila ada yang berpendapat bahw tawuran sudah membudaya atau sudah menjadi tradisi pada sekolah tertentu.
Kerugian yang disebabkan oleh tawuran tidak hanya menimpa korban dari tawuran saja, tetapi juga mengakibatkan kerusakan di tempat mereka melakukan aksi tersebut. Tentunya kebanyakan dari para pelaku tawuran tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan yang mereka timbulkan. Biasanya mereka hanya lari setelah puas melakukan tawuran. Akibatnya,masyarakat menjadi resah terhadap kegiatan pelajar remaja.


 Sumber konflik
Dalam menganalisa sumber konflik, perlu diidentifikasi penyebab tersebut berdasarkan dimensi-dimensinya. Sumber konflik struktural berkaitan dengan kebijakan dan pengambilan keputusan yang salah, dari pemerintahan pusat kepada daerah. Hal tersebut sesuai dengan yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kurikulum yang ditetapkan pemerintah juga turut serta dalam perwujudan konflik antar pelajar. Hal ini disebabkan,karena para pelajar merasa terkekang dalam kurikulum yang telah mengeksploitasi waktu serta pikiran mereka. Alhasil, mereka akan melakukan upaya untuk terbebas dari aturan-aturan tersebut dengan melampiaskannya dalam konfrontasi fisik.
Dimensi yang kedua adalah dimensi kultural. Dilihat dari dimensi ini, konflik antar pelajar remaja telah menjadi adat dari remaja itu sendiri. Hal ini menciptakan suatu nilai dalam remaja bahwa yang tidak ikut dalam tawuran adalah remaja yang pengecut. Pembelajaran dalam persepsi ini adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman.
 (Refrensinya : Francis, Diana. 2002. Teori Dasar Transformasi Konflik Sosial. Yogyakarta: Quills)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar